Rabu, 27 Maret 2013

Masyarakat Tolak RUU Ormas, DPR-Pemerintah Jalan Terus

Masyarakat Tolak RUU Ormas, DPR-Pemerintah Jalan Terus
(Ratusan massa buruh yang tergabung dalam Masyarakat Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) telah memadati depan gedung DPR, Selasa (19/2/2013). Mereka berunjuk rasa menolak RUU Ormas dan Kamnas yang sedang digodok parlemen. Jumlah massa buruh akan terus bertambah mengingat masih ada buruh yang belum berkumpul di depan DPR.)


JAKARTA, KOMPAS.com - Para aktivis yang bergabung dalam Koalisi Kebebasan Berserikat menggalang dukungan masyarakat untuk menolak Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan. Namun, Pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan rancangan aturan ini.
Dukungan penolakan RUU Ormas yang dinyatakan dengan tanda tangan rencananya disampaikan kepada DPR. Rabu (27/3/2013) di Jakarta. Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat Fransiska Fitri menegaskan, RUU Ormas seharusnya tidak dibahas apalagi disahkan. Pemerintah seharusnya mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perkumpulan yang lebih diperlukan. RUU Ormas yang dibahas hanya menimbulkan kerancuan antara ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, serta yayasan. Padahal, pengaturan tentang yayasan sudah ada dalam perundangan tersendiri.

RUU Ormas juga dinilai melanggar kebebasan berserikat dan berorganisasi. Padahal, keberadaan masyarakat sipil menjadi syarat mutlak bagi demokrasi. Kenyataannya, masyarakat sipil juga mampu melakukan penguatan kapasitas, pemberdayaan masyarakat, monitoring kerja pemerintah, hingga advokasi dengan pendanaan yang sangat mandiri. Alasan ormas anarkis semestinya bisa ditangani dengan KUHP. Demikian pula kemungkinan adanya penggunaan dana yang tak jelas asal-usulnya bisa dikenakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


Airlangga Pribadi, Pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, juga menilai dalam rezim demokrasi, ormas sebagai artikulasi masyarakat sipil semestinya diajak dialog bukan diawasi lewat Undang-Undang. Alasan pemerintah yang menyebutkan RUU Ormas diperlukan untuk mengantisipasi ormas berbasis agama dan kemudian bermetamorfosa menjadi teroris dinilai Airlangga sebagai dalih untuk mengawasi dan mengendalikan masyarakat seperti di zaman Orde Baru.

Ormas yang bertindak anarkis dan meneror masyarakat, serta menerima dana asing untuk tindakan terorisme bisa dikenakan Undang-Undang Antiterorisme. Sebaliknya, RUU Ormas berarti pengawasan tidak saja dilakukan pada organisasi teroris, tetapi juga pada ormas-ormas lain yang semestinya terlibat dan kritis dalam pembangunan.

Hal ini serupa dengan kebiasaan pemerintah di rezim Orde Baru. Kendati demikian, Pemerintah dan DPR berencana mengesahkan RUU Ormas dalam rapat paripurna 9 April 2013. Ketua Pansus RUU Ormas DPR Malik Haramain menjelaskan, secara substansi, semua pasal dan bab sudah disepakati. Rapat tim perumus dan tim sinkronisasi tinggal membahas redaksi perundangan saja.

Mengenai penolakan masyarakat, Malik menilai orangnya itu-itu saja. Namun, katanya, tidak pernah ditunjukkan pasal mana yang menghambat ormas atau berpotensi represi. "Saya kira isi (RUU Ormas) sudah cukup moderat dan tidak benar kalau berpotensi represi atau menghambat orang membentuk organisasi," tuturnya.(kompas/bitp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar