Alasannya, lanjut Rokhmat, dalam RUU tersebut terdapat pasal-pasal yang memungkinkan dibuka kembali rezim represif. “Karena
dalam UU itu mengharuskan seluruh Ormas menjadikan Pancasila dan UUD 45
sebagai asas Ormas, ini merupakan kemunduran,” tegasnya kepada mediaumat.com di tengah sekitar 200 massa HTI.
Selain itu, semua Ormas baru bisa beraktifitas setelah mendapat Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari pemerintah. SKT
inilah, menurut Rokmat bisa dijadikan pemerintah sebagai alat untuk
membelenggu suara kritis rakyat yang berseberangan dengan pendapat
pemerintah.
“Karena pemerintah punya kekuasaan untuk memberikan sanksi berupa pembubaran tanpa melalui pengadilan. Ini jelas merupakan pintu represif,” ungkapnya.
Rokhmat pun memprediksi Ormas Islam bisa dibubarkan dengan dalih apa saja bila pemerintah tidak menyukainya. “Misal
ada Ormas Islam yang mengecam aliran sesat Ahmadiyah, dan pemerintah
tidak suka dengan itu, maka Ormas itu bisa dibubarkan dengan dalih
menyebarkan kebencian terhadap SARA” prediksinya.
Di samping itu, RUU Ormas ini bisa menghambat kewajiban dakwah berjamaah. Bila
sekelompok orang ingin berdakwah secara berkelompok dengan mendirikan
Ormas, tetapi bersikukuh ingin menggunakan Islam sebagai asas, maka
pemerintah tidak akan mengeluarkan SKT. “Otomatis tidak bisa beraktivitas,” simpulnya.
Padahal, lanjutnya, dalam setiap perbuatan Muslim, baik individual, berkelompok maupun bernegara, Islam itu wajib dijadikan asas.[] (mediaumat.com 22/3/2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar